Budidaya Gaharu, Satu Pohon Hasilkan Puluhan Juta
Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini membuat
banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakan
pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon gaharu juga
dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini tak
terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah
mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon
gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa
tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat
tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak
kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya
getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen
pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap
batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu.
Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram.
Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu
yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg,
sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas
baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.
Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon
gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur.
Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan
perawatan khusus.
Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh
seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap
pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran mengaku, ia sudah menjual
sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan
nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang pohon gaharu dengan umur satu
tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm.
Karena memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman
hutan lainnya, setiap hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu
dengan jarak tanam sekitar 3-4 kali 6 meter.
Bibit pohon gaharu tersebut ia peroleh dari Samarinda,
Kalimantan Timur, yang sebelumnya dikembangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Harga bibit dari Rp7.500 sampai Rp10.000 per pohon.
Untuk pemasaran tidak perlu repot, karena banyak pembeli yang
siap mendatangi mereka yang memiliki getah gaharu. Pengusaha transportasi itu
juga berharap usaha yang ia rintis dapat diikuti masyarakat dan petani lain di
Kotabaru. Apalagi bila mengingat masih banyak lahan tidur dibiarkan
terbengkalai mubazir.
“Jika lahan tidur di wilayah kita dikembangkan dengan menanam
gaharu, maka 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan uang ratusan juta,” terang
Miran. Sebelumnya, Miran sudah mencoba beberapa tanaman kebun, namun hasilnya
tidak seperti menanam pohon gaharu. Dalam satu pohon usia dewasa dapat
menghasilkan uang puluhan juta rupiah,
Selain Miran banyak petani lain di Desa Betung, Langkang Lama,
Langkang Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai mengembangkan kayu yang
biasa diambil getahnya untuk bahan minyak dan bahan obat-obatan tersebut.
BUDIDAYA TANAMAN GAHARU
DENGAN MODEL ROTASI DAN
MULTIPLE CROPING
DENGAN TANAMAN SELA
A. Tujuan.
Tanaman gaharu tidak memerlukan suatu
persyaratan tumbuh yang istimewa. Tanaman yang berasal dari hutan tropis ini
tumbuh subur di daerah lahan tropis. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8
tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan
obat pemuncul getah. Panen dengan produksi optimal pada umur 10 tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di
pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk
menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Beberapa jenis tumbuhan
berpotensi untuk memproduksi gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu
meliputi Aquilaria spp, Aetoxylon sympetallum, Gyrinops,
dan Gonsystylus.
Berbagai jenis tumbuhan itu tersebar di
Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua. Tetapi, keberadaannya
sekarang mulai langka.
Gaharu (Aquilaria
Malaccensis) mulai berproduksi pada umur 5 tahun
yaitu mulai dirangsang dengan dilukai dan diberi zat perangsang tumbuh getah.
Budidaya gaharu yang diambil adalah mulai dari kayu, cabang dan paling utama
adalah getahnya.
Teknik budi daya gaharu dengan cara penginfeksian jamur pembentuk gaharu
ke dalam batang pohon potensial. Isolat jamur penginfeksi atau pembentuk gaharu
sudah dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan hasil diperoleh dari genusFusarium dan Cylindrocarpon.
Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat jamur. Empat
isolat jamurFusarium paling cepat menginfeksi kayu
berpotensi menjadi gaharu
Banyaknya getah yang dihasilkan dari
pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya
untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu
menghasilkan sekitar 2 kilogram Gaharu itu sendiri sebagai hasil persenyawaan
enzim jamur tertentu yang menginfeksi kayu jenis tertentu pula. Persenyawaan
itu menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Kayu yang mengandung damar wangi atau
gaharu kategori paling bagus atau kelas super mencapai harga Rp 50 juta per
kilogram. Melalui metode penyulingan, gaharu umumnya dimanfaatkan sebagai
pewangi.
Selama ini gaharu alam yang paling
bagus disebut gaharu super yang berwarna hitam pekat, padat, keras, mengilap,
dan beraroma kuat khas gaharu. Gaharu super tidak menampakkan serat kayunya.
Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak berlubang.
”Klasifikasi mutu gaharu ditetapkan ada
enam, berturut-turut dari yang paling bagus, yaitu kelas super, tanggung,
kacangan, teri, kemedangan, dan cincangan,” kata Sulistyo.
Kelas cincangan merupakan potongan
kecil-kecil dari kayu yang terinfeksi menjadi gaharu. Meskipun tidak berwarna
kehitaman atau tidak mengandung getah gaharu, kelas cincangan masih menunjukkan
aroma khasnya. Biasanya, gaharu ini digunakan untuk pembuatan dupa atau hio.
Dalam proses produksi gaharu buatan,
yang sangat penting dikuasai adalah proses pembenihan, persemaian, penanaman,
dan pemeliharaan pohon-pohon berpotensi
Melihat adalah hutan- hutan yang
dibangun dan dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada di atas tanah milik atau
tanah adat meskipun ada pula yang berada di atas tanah Negara atau kawasan
hutan negara. Program Hutan Tanaman Rakyat juga menjawab adanya
kesenjangan antara peningkatan kesejahteraan gaharu dan memperoleh keuntungan
dari pohon yang menghasilkan produk bernilai tinggi.
Ada 3 prinsip penyelenggaraan Tanaman Gaharu, yaitu:
1. Masyarakat
mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhan, pembangunan tanaman gaharu
yang berkesinambungan. Pada lahan tersebut dengan memanfaatkan seoptimal
mungkin waktu yang ada dengan sistem multiple cropping.
2. Multiple cropping yaitu
memanfaatkan lahan sewaktu tanaman utama (gaharu masih kecil) dengan ditanamai
kedelai. Fungsi tanaman kedelai selain menghasilkan juga sebagai pengurangai
biaya pengendalian gulma, juga menyuburkan tanah.
3. setelah tahun ke 3, diantara
tanaman gaharu dapat dibudidayakan tanaman yang tidak membutuhkan sinar
matahari seperti rempah-rempah (jahe, kencur, temulawak, dll)
Sasaran program
Tanaman Gaharu dengan Multicroping
Tanaman Gaharu merupakan tanaman elite
artinya untuk menghasilkan produk yang diharapkan memerlukan biaya yang sangat
mahal. Biaya mahal tersebut karena digunakan teknologi inokulasi yang sampai
saat ini masih mahal. Rata-rata biaya per tanaman dapat mencapai antara Rp.
300.000,- sampai Rp 600.000,- per pohon.
Dengan tingginya biaya tersebut maka
sasaran program tanaman gaharu adalah:
1. Jumlah
sedikit, atau di bawah 100 pohon dapat menyatu dengan tanaman pekarangan.
Maka sasaran budidaya dapat ke seluruh petani yang ada.
2. Jika berbentuk
kawasan, maka sasaran dapat berupa sekelompok petani. Sehingga biaya yang
digunakan dapat ditanggung oleh pemiliknya dengan demikian dapat
membentuk kawasan cukup luas.
3. Jika dilakukan
secara perkebunan khusus, maka diperlukan pengusaha Kawasan hutan produksi yang
tidak produktif, tidak dibebani hak/izin, letaknya diutamakan dekat dengan
industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannnya sebagai lokasi Hutan
Tanaman Rakyat atau hutan reboisasi.
4. Kegiatan yang
menjadi sasaran program adalah terwujudnya kawasan hutan Gaharu yang dapat
dilakukan sebagai kawasan hutan produktif.
5. Sebagai tempat
atau kawasan percontohan untuk masayarakat sekitar program dalam budidaya
tanaman hutan yang produktif.
B. Model / Pola Budidaya Tanaman Gaharu system Rotasi dan
Multiple cropping.
Pada kegiatan budidaya tanaman gaharu,
dapat dilakukan pada lahan sedikit di pekarangan atau di lahan luas dalam
bentuk perkebunan, misalnya: luas antara 8 sampai 15 hektar. Areal tersebut
dikelola dengan menanam tanaman hutan yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
produksi yang menjanjikan
Namun selama menunggu waktu sampai
produksi, masayrakat perku ada penyangga kebutuhan pangan dan menambah
pendapatan selama pertumbuhan tanaman hutan maka diantara tanaman hutan
dibudidayakan tanaman pangan yang berfungsi sebagai tanaman sela.
Model atau pola tanam yang
direncanakan/ diharapkan adalah pola tanam yang berkesinambungan. Artinya
dalam luasan areal yang diberikan penanaman tanaman gaharu dilakukan secara
periodik tertentu, dengan demikian panen tanaman gaharu dapat dilakukan secara
periodik juga. Hal tersebut berkelanjutan dari tahun ke tahun sehingga penanaman
dan panenan terus berlangsung.
Model di atas hanya salah satu dari
model yang digunakan untuk pengembangan yang berkelanjutan. Penentuan
Model/ Pola tanam budidaya rotary dan multiple cropping:
Beberapa hal yang mempengaruhi untuk
budidaya gaharu dengan system rotasin dan multiple cropping ini adalah:
1. Umur tanaman
gaharu yang rencananya di panen
2. Jarak tanam yang
dilakukan untuk tanaman gaharu.
3. Luasan lahan yang
di olah.
Contoh 1.
Usaha gaharu dalam luasan besar
misalnya 120 ha, dengan menanam tanaman gaharu yang dapat dipanen dalam
waktu 10 tahun. Dia berkeinginan menanam setiap tahun maka luas lahan per
tahun adalah 120/10 ha atau 12 ha. Model atau Pola tanam yang dibuat adalah
Tahun 1 = 12 ha; tahun 2 = 12 ha, tahun
3 = 12 ha..... tahun 8 = 12 ha. Untuk tahun ke 9 dilakukan panen 12 ha
dan untuk tahun ke 10 tanam 12 ha dan panen 12 ha, dst ...
Dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas bahwa penanaman dilakukan setiap tahun
sedangkan panen dilakukan setiap tahun mulai tahun ke 10 sampai seterusnya.
A. Tanaman Sela Sebagai Pendukung Tanaman Hutan
Pada budidaya di tanaman Gaharu selain
tanaman utama yaitu tanaman gaharu termasuk tanaman keras, dalam pelaksanaannya
dilakukan dengan sistem tumpang sari.
Sebagai tanaman sela untuk tahun
pertama, kedua dan ketiga adalah tanaman kacang-kacangan (kacang tanah,
kedelai, kacang hijau). Tanaman sela dilakukan pada tanaman hutan semenjak
pengolahan sampai pada tanaman hutan berumur 3 tahun setelah tanam. Untuk
tanaman sela disarankan tanaman yang mempunyai beberapa kriteria diantaranya:
(a) Tanaman pangan atau hortikultura yang menghasilkan dan berharga. (b)
Dapat berdampingan dengan tanaman hutan dalam hal ini sebagai tanaman utama,
Sedangkan pada tahun ke 4 sampaui pada tahun ke 9 dapat dilakukan dengan
menanam tanaman rempah (jahe, kencur, temulawak, dll).
Tujuan dari pemberian tanaman sela
tersebut adalah:
1. Memberikan
pendapatan bagi masyarakat yang mengelola tanaman tersebut untuk mendapatkan
hasil dari tanaman sela selama menunggu hasil panen tanaman gaharu.
2. Menjaga dan
memelihara tanah dari kerusakan..
Dengan menanam di lahan antara tanaman
hutan yang masih kecil maka tanah tertutup tanaman sela sehingga dari erosi,
kerusakan dan lain-lain dapat ditanggulangi.
3. Disamping itu,
perawatan yang diberikan pada tanaman sela dapat sekaligus merawat tanaman
hutan.
Sesuai dengan tujuan penggunaan tanaman
sela tersebut di atas maka tanaman sela dilakukan minimal 1 kali
dalam satu tahun. Dan akan lebih baik jika dilakukan 2 kali dalam satu tahun
untuk mengurangi kerusakan lahan akibat tidak digunakan. Namun untuk daerah
kering dimungkinkan hanya sekali dalam setahun.
B. Budidaya Tumpangsari antara Tanaman Gaharu dan Tanaman Kedelai (kacang-kacangan).
1. Penentuan Model/
pola tanam.
Bedasarkan luas lahan yang digarap dan
jenis tanaman maka ditentukan model / pola tanam yang akan digunakan (
lihat di atas), yang perlu diperhatikan dalam penentuan model / pola tanam
adalah:
-
Penentuan komodite yang akan ditanam (umur), nilai tanaman, tujuan
kegunaan.
-
Pembagian luas lahan per tahun (lihat contoh ) untuk menghitung luas lahan).
2. Persiapan lahan.
Lahan yang
digunakan untuk hutan tanaman rakyat bermacam-macam. Ada lahan yang berasal
dari semak belukar, tegalan, ladang, hutan skundair, tanah kritis, lahan tidur,
dan lain sebagainya. Sebagian besar merupakan lahan yang kurang subur. Sebab
pada umumnya lahan yang subur sudah digunakan sebagai lahan pertanian. Untuk
mempersiapkan lahan tersebut dilakukan pembersihan (land clearing). Jenis lahan
dengan kondisi yang berbeda maka land clearing pun berbeda-beda.
3. Persiapan sarana
dan prasarana Budidaya.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk kegiatan Budidaya Hutan Tanaman Rakyat adalah:
Peralatan:
Peralatan pertanian disesuaikan
dengan obyek lahan yang digarap, baik untuk persiapan maupun peralatan selama
perawatan tanaman gaharu dan tanaman pangan sebagai tanaman sela (kedelai)
Bahan:
a) Bibit tanaman
gaharu dan benih tanaman pangan.
Terdapat beberapa bibit yang
dipersiapkan dalam budidaya tanaman rakyat yaitu:
-
Bibit tananam gaharu, dalam hal ini tergantung dari tanaman yang dipilih sesuai
jenis tanaman. Pilihlah bibit yang sehat, dan mempunyai pertumbuhan lurus,
tidak patah dan lain-lain.
-
Benih tanaman sela (kedelai dan rempah-rempah)
b) Pupuk.
Pada umumnya lahan yang digunakan untuk
Hutan Tanaman Rakyat bukan merupakan tanaman subur, namun berasal dari lahan
tidur, lahan hutan sekunder, ladang, tegalan, pekarangan, dll.
Untuk itu, perlu adanya cara yang tepat
pemberian bahan untuk pembenahan lahan yang dapat meningkatkan kesuburan di
lahan. Sesuai permasalahan tersebut maka penggunaan pupuk hayati Bio P
2000 Z merupakan pemecahan yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pupuk
lainnya seperti Urea, Phospat, KCl masih diperlukan sebagai bahan unsur hara
yang mempunyai kandungan N, P dan K tersedia cukup banyak.
Karena Hutan Tanaman Rakyat berbentuk
budidaya tumpang sari antara tanaman hutan dan tanaman pangan sebagai tanaman
sela maka jadwal dan dosisi pemupukan dilakukan pada tanaman sela.
c) Pestisida
Penggunaan pestisida disesuaikan dengan
serangan hama yang ada. Prinsip-prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT) harus
diterapkan untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian alam.
4. Teknik Budidaya.
Teknik budidaya yang diuraikan di sini
adalah teknik budidaya di tanaman gaharu dengan sistem tumpang sari
dengan tanaman pangan. Pada tahun pertama dilakukan penanaman hutan
dan penanaman tanaman sela. Sesuai dengan kondisi cuaca di lokasi budidaya
tanaman, jika dimungkinkan sebaiknya tanaman pangan dilakukan 2 kali
dalam satu tahun.
a. Pembibitan Tanaman
Gaharu.
Pembibitan tanaman hutan dilakukan oleh
para penyedia bibit. Teknik pembibitan tanaman bermacam-macam, pembibitan
dengan teknik sederhana sampai pada teknik kultur jaringan. Demikian pula
masing-masing tanaman mempunyai teknik pembibitan yang berlainan.
b. Penanaman Tanaman
Gaharu.
Budidaya hutan tanaman rakyat
menggunakan sistem tumpang sari. Agar penanaman dapat berhasil dengan baik
antara tanaman hutan dan tanaman pangan membutuhkan tanaman pokok yang tertata
rapi. Hal ini dapat dilakukan jika jarak tanam tanaman pokok dibuat sama. Untuk
mendapatkan jarak tanam yang sama tersebut maka dibantu dengan sistem
pengajiran sebelum dilakukan penggalian untuk tempat tanaman hutan ditanam.
Jarak tanam tergantung dari jenis
tanaman akan ditanam.
Komodite tanaman hutan yang diusahakan
tergantung dari tujuan dan waktu yang akan dipanen. Beberapa tanaman yang dapat
dijadikan sebagai tanaman hutan adalah”
c. Penamanan Tanaman
Sela.
Penentuan tanaman sela dipilih
berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya: mempunyai pangsa pasar tinggi,
sesuai dengan iklim dan ekologi lingkungan, mudah perawatan, dapat menunjang
kebutuhan pangan pemiliknya.
d. Perawatan.
Perawatan tanaman gaharu dalam budidaya
pertumbuhan tidak terlalu sulit. Karena perawatan dilakukan seperti tanaman
perkebunan lainnya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan
gaharu yang paling penting adalah perlakukan untuk menginfeksi gaharu dengan
inokulan dengan tujuan agar gaharu mengeluarkan getahnya.
Teknik Inokulasi Gaharu:
Hal yang paling penting pada budidaya
gaharu adalah dapat berproduksi getah yang banyak dan berkualitas. Untuk
memperoleh tersebut perlu dibantu dengan teknik inokulasi pada pohon gaharu
tersebut.
Cara atau teknik inokulasi gaharu adalah sebagai berikut:
a) Pengadaan isolate:
tugas para pemasok isolate.
b) Produksi inokulan
: tugas para pemasok inokulan
c) Pengadaan alat dan
perlengkapan berupa: genset, bor dan mata bor, pipa, air stiril, botol infuse).
d) Teknik inokulasi:
pilih pohon (diameter : 15 up) design lubang bor (spiral bor), tentukan jarak bor,
mengebor batang dengan kedalaman 1/3 diameter, masukkan inokulan dan tutup
dengan malam. Lakukan proses ini dengan cepat dan stiril.
e) Observasi :
setelah 1 – 2 bulan, amatilah laju infeksi penyakit dengan membuka kulit batang
di sekitar lubang pengeboran.
Bila berubah warna dan ada tanda
infeksi dan cek telah berbau gaharu maka dapat dinyatakan berhasil.
Gaharu adalah
sejenis kayu yang bentuk dan warnanya sangat khas. Aromanya wangi dan
dihasilkan dari pohon atau bagian pohon yang tumbuh secara alami sebagai akibat
dari suatu proses infeksi yang terjadi secara alami maupun disengaja pada suatu
jenis pohon. Masyarakat awam sering mengaburkan istilah kayu gaharu ini dengan tanaman gaharu.
Budi Daya Tanaman Gaharu
Mengingat tanaman gaharu atau yang sebenarnya
adalah tanaman atau pohon penghasil kayu gaharu merupakan komoditi hutan yang
mahal harganya, pembudidayaan tanaman gaharu digemari di berbagai tempat.
Gaharu ini dihasilkan dari tanaman atau pepohonan yang terinfeksi atau sengaja
diinfeksi yang tumbuh di daerah tropis.
Penyebab timbulnya infeksi sehingga
dapat menghasilkan gaharu pada tanaman gaharu (tanaman penghasil gaharu) masih
harus dilakukan penelitian lebih lanjut. Namun dugaan awal terjadinya gaharu
adalah adanya tiga elemen penyebab proses infeksi tersebut, yaitu:
·
luka pada bagian
tanaman atau batang pohon yang akan menghasilkan gaharu,
·
proses non-patologi,
dan
·
infeksi karena jamur.
Pengelolaan tanaman penghasil gaharu ini sama dengan perawatantanaman
jenis lainnya. Tidak diperlukan adanya perawatan khusus karena biasanya setelah
tanaman berusia 6 tahun maka tanaman tersebut sudah siap untuk
diinokulasi. Pembuatan lubang inokulasi sekitar 1/3 diameter pohon secara
spiral dan vertikal yang diatur sedemikian rupa agar pohon tidak retak dan
patah.
Perawatan yang diperlukan dan sangat disarankan dalam
membudidayakan tanaman gaharu ini adalah pemupukan dengan menggunakan bahan
organik. Dengan pemupukan maka pertumbuhan tanaman dapat dioptimalkan dan
menghasilkan kualitas batang yang baik. Pemangkasan cabang juga sangat
perlu dilakukan untuk memacupertumbuhan pohon sehingga diameter pohon dapat berkembang sesuai yang
diinginkan.
Pemanfaatan Gaharu
Gaharu karena memiliki baunya yang harum dan khas biasanya dimanfaatkan
untuk bahan dasar pembuatan parfum, pewangi ruangan, dan hio (Pelengkap
sembahyang umat beragama Buddha). Selain itu, mahalnya harga jual getah
dari pohon gaharu yang hampir mencapai 5 - 20 juta rupiah per kilogram membuat
tanaman gaharu ini sangatlah potensial dijadikan tanaman komoditas yang sangat
menghasilkan bagi penduduk setempat.
Jenis Getah Gaharu
Ada dua jenis getah gaharu:
·
Getah berwarna kuning, adalah getah dengan kualitas
rendah dan biasanya dijual dengan harga 5 juta rupiah per kilogram.
·
Getah berwarna hitam,
getah ini kualitasnya tinggi dan langka. Itu semua karena diperlukan
perawatan khusus untuk menghasilkan getah berwarna hitam. Biasanya getah kualitasbagus ini dijual dengan harga 15 - 20
juta rupiah.
Kayu Gaharu dan Sarang Walet
Dewasa ini, dengan maraknya usaha sarang walet di
perkotaan terutama di daerah kota Banjarmasin, kayu gaharu ikut menjadi naik
daun. Ini tak lepas dari kepercayaan penduduk setempat yang mengatakan bahwa
bau harum dari kayu gaharu dapat membuat burung walet semakin banyak memasuki
sarang “elitnya” di tengah perkotaan. Hal ini turut membuat harga kayu gaharu
semakin meningkat tajam.
Kayu gaharu yang
dipercaya dapat mengundang burung walet masuk ke sarangnya, ternyata bukan
sembarang kayu gaharu. Ada pola-pola tertentu dari urat kayu yang secara alami
terbentuk pada bagian batang kayu yang dipilih dan dipercayai sebagai jimat pemanggil walet.
Kepercayaan ini yang ternyata membawa hasil pada sebagian
pengusaha (pemilik) sarang burung
walet yang membuat harga sepotong kecil kayu gaharu mencapai harga jutaan
bahkan miliaran rupiah.
Peluang Emas dengan menanam Gaharu
Indonesia memiliki
keanekaragaman sumber daya alam yang sangat melimpah ruah, wilayah hutan
tropisnya terluas ketiga di dunia, dengan cadangan minyak, gas alam, tembaga,
dan mineral lainnya. Negeri kita ini telah dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa
dengan limpahan pesona yang sangat elok. Indonesia sangat layak untuk disebut
sebagai surga katulistiwa yang ribuan pulaunya membentang dari Sabang sampai
Merauke.
Salah satu keanekaragaman sumber daya alam hutan yang dimiliki
oleh Indonesia adalah Tanaman Gaharu. “GAHARU” adalah salah satu komuditas
hasil hutan bukan kayu (HHBK) komersial yang bemilai jual tinggi. Bentuk produk
gaharu merupakan hasil alami dari kawasan hutan berupa cacahan, gumpalan atau
bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, juga diproses
dengan penyulingan yang dapat menghasilkan minyak atsiri gaharu yang juga
bemilai jual tinggi. Cairan ekstark ini kabarnya mencapai nilai jual lebih dari
USD 30.000 atau Rp. 300.000.000,-/liter. Sementara harga I batang pohonnya bisa
mencapai ribu-an dollar per kilo nya. Gaharu banyak digunakan sebagai bahan
farfum, obat-obatan dan bahan dupa.
Kebutuhan gaharu dunia sangat besar. Quota Indonesia 300
ton/pertahun baru dapat dipenuhi 10% inipun lebih banyak didapatkan dengan cara
ilegal dan ini berasal dari Gaharu alam. Temuan rekayasa produksi kayu gaharu
memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan di Indonesia. dan keuntungan
lainnya Mempertimbangkan nilai jual Gaharu, patut diupayakan peningkatan
peranan Gaharu sebagai komunitas andalan altematif untuk penyumbang devisa dari
sektor kehutanan selain dad produk hasii hutan kayu.
Selain itu hasil gaharu ini merupakan komoditas Ekspor di
negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah dalam hal ini maka dengan
meningkatkan produksi gaharu berarti akan dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Dampak lain adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan kelestarian sumber daya
hutan dan lahan.
.
Cara Berbudidaya Tanaman Gaharu
Untuk bisa segera dipanen, Gaharu disuntik cendawan, tujuannya agar gaharu mati dan gubal yang harum segera muncul. Batang gaharu Aquilaria malaccensis yang telah berumur minimal 5 tahun dibor secara spiral. Artinya, setiap ujung bidang gergaji pertama akan bersambungan dengan bidang gergaji kedua. Begitu selanjutnya. Bidang gergajian itulah yang diberi cendawan.
Untuk bisa segera dipanen, Gaharu disuntik cendawan, tujuannya agar gaharu mati dan gubal yang harum segera muncul. Batang gaharu Aquilaria malaccensis yang telah berumur minimal 5 tahun dibor secara spiral. Artinya, setiap ujung bidang gergaji pertama akan bersambungan dengan bidang gergaji kedua. Begitu selanjutnya. Bidang gergajian itulah yang diberi cendawan.
Setahun pasca penyuntikkan gubal sudah dapat dituai.
Teknik sebelumnya, antar bidang gergaji tidak saling berhubungan. Interval
antar bidang sekitar 10 cm dan perlu 2-3 tahun menuai gubal. Modifikasi
teknologi pemberian cendawan itu dikembangkan oleh Drs Yana Sumarna MSi,
periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Ia
memberikan cendawan Fusarium spp pada setiap batang gaharu. Setahun berselang,
ia bisa memanen 10 kg gubal gaharu dari pohon umur 6 tahun. Cara ini lebih
efektif dibandingkan teknik lama lantaran teknik spiral mampu menahan pohon
tetap berdiri kokoh walau ditiup angin kencang.
Untuk memulainya, siapkan alat yang diperlukan: bor kayu
dengan mata bor berdiameter 13 mm untuk melubangi batang, gergaji, spidol
sebagai penanda tempat pelubangan, alat ukur, kapas, spatula, pinset, alkohol
70%, lilin lunak dan bibit gubal berupa cendawan. Proses pengerjaannya
sederhana, dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Siapkan inokulan berupa cendawan untuk membantu proses
terbentuknya gubal. Beberapa contoh cendawan padat adalah Diplodia sp, Phytium
sp, Fusarium sp, Aspergillus sp, Lasiodiplodia sp, Libertela sp, Trichoderma
sp, Scytalidium sp, dan Thielaviopsis sp. Cendawan itu diperbanyak dengan
mencampur satu sendok cendawan dan 100 gram limbah serbuk kayu gaharu. Simpan
satu bulan di botol tertutup rapat.
2. Buat tanda di lapisan kulit pohon berdiameter 10 cm dengan spidol untuk menentukan bidang pengeboran. Titik pengeboran terbawah, 20 cm dari permukaan tanah. Buat lagi titik pengeboran di atasnya dengan menggeser ke arah horizontal sejau 10 cm dan ke vertikal 10 cm. Dengan cara sama buatlah beberapa titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.
3. Gunakan genset untuk menggerakkan mata bor. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang mengikuti garis spiral bidang pengeboran.
4. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang dibasuh alkohol 70% untuk mencegah infeksi mikroba lain.
5. Masukkan cendawan ke dalam lubang dengan menggunakan sudip. Pengisian dilakukan hingga memenuhi lubang sampai permukaan kulit.
6. Tutup lubang yang telah diisi penuh cendawan dengan lilin agar tak ada kontaminan. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin juga ditutup plester plastik.
7. Cek keberhasilan penyuntikan setelah satu bulan. Buka plester dan lilin. Inokulasi cendawan sukses jika batang berwarna hitam. Setelah itu buat sayatan ke atas agar kulit bawah terkelupas. Ini memudahkan untuk membuka dan menutup saat pengecekan selanjutnya.
8 . Satu tahun kemudian gaharu dipanen. Untuk meningkatkan keberhasilan, pekebun menambahkan senyawa pemicu stres. Dengan begitu daya tahan gaharu melemah, cendawan mudah berkembang biak, dan gubal pun lebih cepat terbentuk.
2. Buat tanda di lapisan kulit pohon berdiameter 10 cm dengan spidol untuk menentukan bidang pengeboran. Titik pengeboran terbawah, 20 cm dari permukaan tanah. Buat lagi titik pengeboran di atasnya dengan menggeser ke arah horizontal sejau 10 cm dan ke vertikal 10 cm. Dengan cara sama buatlah beberapa titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.
3. Gunakan genset untuk menggerakkan mata bor. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang mengikuti garis spiral bidang pengeboran.
4. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang dibasuh alkohol 70% untuk mencegah infeksi mikroba lain.
5. Masukkan cendawan ke dalam lubang dengan menggunakan sudip. Pengisian dilakukan hingga memenuhi lubang sampai permukaan kulit.
6. Tutup lubang yang telah diisi penuh cendawan dengan lilin agar tak ada kontaminan. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin juga ditutup plester plastik.
7. Cek keberhasilan penyuntikan setelah satu bulan. Buka plester dan lilin. Inokulasi cendawan sukses jika batang berwarna hitam. Setelah itu buat sayatan ke atas agar kulit bawah terkelupas. Ini memudahkan untuk membuka dan menutup saat pengecekan selanjutnya.
8 . Satu tahun kemudian gaharu dipanen. Untuk meningkatkan keberhasilan, pekebun menambahkan senyawa pemicu stres. Dengan begitu daya tahan gaharu melemah, cendawan mudah berkembang biak, dan gubal pun lebih cepat terbentuk.
Analisa Bisnis Budidaya Gaharu
Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah 2.000 m2 (140 ubin), jangka waktu 10 tahun. Dengan jarak tanam 3 X 4 luas tanah 2.000 m2 (asumsi 50 m X 40m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak 180 batang. Berikut ini adalah perincian biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu:
Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah 2.000 m2 (140 ubin), jangka waktu 10 tahun. Dengan jarak tanam 3 X 4 luas tanah 2.000 m2 (asumsi 50 m X 40m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak 180 batang. Berikut ini adalah perincian biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu:
1. Biaya
Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman dan perawatan di tahun pertama), biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7), dan biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-8 sampai tahun ke-10).
Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman dan perawatan di tahun pertama), biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7), dan biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-8 sampai tahun ke-10).
a. Biaya tahap 1:
- pembelian bibit 180btng @ Rp.25.000 = Rp. 4.500.000
- pupuk kandang 500kg @ Rp.250 = Rp. 125.000
- pestisida (furadan,stiko,dll = Rp. 150.000
- tenaga penanaman = Rp. 50.000
- tenaga perawatan = Rp. 300.000
JUMLAH = Rp. 5.125.000
- pembelian bibit 180btng @ Rp.25.000 = Rp. 4.500.000
- pupuk kandang 500kg @ Rp.250 = Rp. 125.000
- pestisida (furadan,stiko,dll = Rp. 150.000
- tenaga penanaman = Rp. 50.000
- tenaga perawatan = Rp. 300.000
JUMLAH = Rp. 5.125.000
b. Biaya tahap 2:
- pupuk kandang = Rp. 750.000
- pupuk pabrik = Rp. 1.000.000
- pestisida = Rp. 900.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.800.000
JUMLAH = Rp. 4.450.000
- pupuk kandang = Rp. 750.000
- pupuk pabrik = Rp. 1.000.000
- pestisida = Rp. 900.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.800.000
JUMLAH = Rp. 4.450.000
c. Biaya tahap 3:
- pembelian fusarium sp 180 botol @Rp.100.000= Rp. 18.000.000
- tenaga inokulan = Rp. 36.000.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.000.000
- tenaga panen = Rp. 10.000.000
JUMLAH = Rp. 65.000.000
- pembelian fusarium sp 180 botol @Rp.100.000= Rp. 18.000.000
- tenaga inokulan = Rp. 36.000.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.000.000
- tenaga panen = Rp. 10.000.000
JUMLAH = Rp. 65.000.000
Jumlah a+b+c = Rp. 74.575.000
2. Penerimaan
Dengan asumsi bahwa tingkat keberhasilan inokulasi adalah
75% saja, dari 180 batang tanaman cuma menghasilkan 135 batang pohon saja yang
bisa dipanen. Satu batang pohon gaharu dengan masa inokulasi 3 tahun
menghasilkan rata-rata 2 kg gubal, 10 kg kemedangan, dan 20 kg abu. Sehingga
total yang dihasilkan dari 135 batang adalah 270 kg gubal, 1.350 kg kemedangan,
dan 2.700 kg abu.
a. gubal 270 kg @ Rp.7.000.000 = Rp.1.890.000.000
b. kemedangan 1.350 kg @ Rp.2.000.000 = Rp.2.700.000.000
c. abu 2.700 kg @ Rp.200.000 = Rp. 540.000.000
a. gubal 270 kg @ Rp.7.000.000 = Rp.1.890.000.000
b. kemedangan 1.350 kg @ Rp.2.000.000 = Rp.2.700.000.000
c. abu 2.700 kg @ Rp.200.000 = Rp. 540.000.000
Jumlah = Rp.5.130.000.000
3. Keuntungan
Penerimaan – Biaya = Rp.5.130.000.000 – Rp. 74.575.000 = Rp.5.055.425.000
Penerimaan – Biaya = Rp.5.130.000.000 – Rp. 74.575.000 = Rp.5.055.425.000
Rata-rata perpohon gaharu umur 7 tahun dengn masa
inokulasi 3 tahun (tahun ke-8 sampai tahun ke-10), menghasilkan 25 juta rupiah
lebih.
Jadi, dari investasi sebanyak 74 jutaan, berpotensi menghasilkan 5 milyar rupiah dalam kurun waktu 10 tahun. Seiring waktu, harga jual tanah juga meningkat. Tidak ada ruginya kan investasi di kebun?
Jadi, dari investasi sebanyak 74 jutaan, berpotensi menghasilkan 5 milyar rupiah dalam kurun waktu 10 tahun. Seiring waktu, harga jual tanah juga meningkat. Tidak ada ruginya kan investasi di kebun?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar